Minggu, 23 Desember 2012

JAGONG BAYI??


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Budaya, sering kita dengar dikehidupan sehari, kalangan masyarakat tingkat bawah sampai pejabat-pejabat bangsa ini, karena bangsa ini tidak luput dari kebudayaan yang sudah kental sejak nenek moyang.
Bicara tentang budaya yang ada di Indonesia memang tidak ada habis-habisnya, dari sabang sampai  merauke berjajar pulau-pulau dan di setiap penjuru bangsa Indonesia mempunyai budaya, bahkan tidak hanya satu saja,tetapi berpuluh-puluh budaya di setiap pelosok penjuru Indonesia .
Indonesia kaya akan budaya, bahkan banyak budaya yang masih belum terpublikasikan, contohnya budaya Jagong Bayi, tepatnya di daerah Kabupaten Tulungagung, Kecamatan Kalaidawir, budaya tersebut sudah dijalani sejak jaman nenek moyang dan belum diketahui tepat tahun dimulainya budaya tersebut.
Budaya Jagong Bayi merupakan budaya turun menurun dari masyarakat Kalidawir, dan budaya tersebut sangatlah kental dengan kehidupan masyarakat disekitar, masyarakt disekitar meyakini bahwa dengan kebiasaa jagong bayi bias menumbuhkan  rasa persaudaraan dan meningkatkan tali silaturrahmi, hal tersebut yang menyebabkan jagong bayi tetap dilakukan oleh masyarakat Kalidawir.
Budaya tersebut menurut saya sangat unik dan menarik, tidak sama dengan kebudayaan di daerah-daerah lainnya.
Dari berbagai pernyataan-pernyataan yang tertera di atas, menimbulakan rasa penasaran saya terhadap Budaya Jagong Bayi tersebut, maka dari itu saya tergugah untuk melakukan Observasi tentang Budaya Jagong Bayi, karena sangat menarik untuk di ungkapkan.


B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah adalah rumusan tentang soal-soal yang akan diteliti untuk ditemukan jawabannya. Berdasarkan latar belakang yang penulis kemukakan di atas, maka di rumuskan:
1.      Apa yang dimaksud dengan jagong bayi?
2.      Apa tujuan dari jagong bayi tersebut?
3.      Bagaimana proses jagong bayi tersebut?
4.      Siapa saja yang melakukan jagong bayi tersebut?

C.    Tujuan
Observasi ini mempunyai tujuan-tujuan sebagai berikut:
1.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan Jagong Bayi tersebut
2.      Mengetahui tujuan Jagong Bayi tersebut
3.      Mengetahui proses Jagong Bayi tersebut
4.      Mengetahui siapa saja yang melakukan Jagong Bayi tersebut.


BAB II
LANDASAN TEORI

Dalam ilmu antropologi mempunyai beberapa pembahasan-pembahsan tentang apa-apa yang ada pada realita kehidupan ini. Antropologi sendiri mempunyai pengertian yang komplek, pengertian tersebut terdapat banyak perbedaan-perbedaan dan istilah istilah yang berkaitan dengan antropologi yaitu :
1.      Ethnography berarti “pelukisan tentang bangsa-bangsa” istlah ini dipakai umum di Eropa Barat untuk menyebutkan bahan yang termaktub dalam karangan-karangan tentang masyarakat dan kebudayaan suku-suku bangsa di luar Eropa.
2.      Ethology, yang berarti “ilmu bangsa-bangsa”, adalah juga suatu istilah yang telah lama dipakai sejak permulaan masa terjadinya antropologi
3.      Volkenkunde berarti “ilmu bangsa-bangsa”, istilah itu dipergunakan terutama di Eropa Tengah sampai sekarang
4.      Kulturkunde berarti “ilmu kebudayaan”, istilah ini pernah dipakai  oleh seorang sarjana antropologi Jerman, L. Frobenius, dalam arti sama dengan pemakaian ethnology di Amerika, pernah juga dipakai oleh seorang guru besar Universitas Indonesia, H. J Held, dalam bahasa Indonesia istilah itu enjadi  “ilmu kebudayaan”
5.      Antropology berarti “ilmu tentang manusia” dan adalh suatu istilah yang sangat tua, dahulu istilah ini digunakan dalm arti yang lain, yaitu “ilmu tentang ciri-ciri tubuh manusia”
6.      Cultural antropology, akhir-akhir ini dipakai di Amerika, tetapi kemudian juga di Negara-negara lain sebagai istilah untuk menyebut bagian dari ilmu antropology, dalam arti luas yang tidak mempelajari manusia dari sudut fisiknya, jadi sebagai lawan dari pada physical anthropology
7.      Social antropologi dipakai di Inggris untuk menyebut antropologi dalam fase ketiganya, sebagai lawan ethnology, yang dipakai untuk menyebut antropologi dari fase-fase sebelumnya. (Koentjaraningrat,2002:10-12)
Dalam perkembagan pengertian tentang ilmu antropoogi terdapat beberapa istilah-istilah  tentang antropology sebagaimana yang di ungkapkan di atas, hal tersebut bias juga di sebabkan karena perkembangan ilmu antropolgi mengalami beberapa fase-fase, yang mana fase-fase tersebut berkembang dengan perjalannya waktu dan pengetahuan manusia untuk memahami kebudayaan di suatu wilayah tertentu.
Ilmu Antropologi identik sekali dengan kebudayaan, dalam ilmu antropologi yang telah menjadikan berbagai cara hidup manusia dengan berbagai macam system tindakan tadi sebagai obyek penelitian dan analisanya, aspek belajar itu meruoakan aspek yang sangat penting. Itulah sebabnya dalam hal memberi pembatasan terhadap konsep budaya, ilmu antropologi sering sekali sangat berbeda dengan berbagai ilmu lain, apabila dibandingkan dengan arti yang biasanya diberikan kepada konsep itu dalam bahasa sehari-hari, yaitu arti yang terbatas kepada hal-hal yang seperti candi, tari-tarian, seni rupa, seni suara, kesusteraan dan filsafat. Definisi antropologi jauh lebih luas sifat dan ruang lingkupnya. Menurut ilmu antropologi “kebudayaan” adalah keseluruhan system gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. (Koentjaraningrat,2002:179-180)
Hal tersebut berarti bahwa hamper seluruh tindakan manusia adalah “kebudayaan”, karena hanya amat sedikit tindakan manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang tidak perlu dibiasakannya dengan belajar, yaitu hanya beberapa tindakan naluri beberapa reflex. Berbagai tindakan manusia merupakan kemampuan naluri yang terbawa oleh mahkluk manusia dlam gennya bersama kelahirannya.
Definisi yang menganggap bahwa kebudayaan dan tindakan kebudayaan itu adalh segala tindakan yang harus dibiaskan oleh manusia denagan belajar. Kata “kebudayaan” dan “culture”, kata kebudayaan berasal dari kata sanskerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi”atau”akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan “hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Ada sarjana lain yang mengupas kata budaya sebagai suatu perkembangan dari majemuk budi-daya, yang berarti “daya dari budi”. Kaarena itu mereka membedakan budaya dari kebudayaan. Demikianlah budaya adalah “daya dari budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan dalam istilah “antropologi-budaya” perbedaan itu di tiadakan. Kata “budaya” disini hanya dipakai sebagai songkatan saja dari “kebudayaan” dengan arti yang sama. (Koentjaraningrat,2002:180-181)
Keudayaan setiap bangsa atau masyarakat terdiri dari unsur-unsur besar maupun unsur-unsur kecil yang merupakan bagian dari suatu kebulatan yang bersifat sebagai suatu kesatuan. Misalnya dalam kebudayaan Indonesia dapat dojumpai unsur besar umpamanya Majelis Permusyawaratan Rakyat, disamping adanya unsur-unsur kecil seperti sisir, kancing baju, peniti dan lain-lainnya yang di jual dipinggir jalan.
Beberap orang sarjana telah mencoba merumuskan unsur-unsur pokok kebudayaan tadi, misalnya, Melville J, mengajukan empat unsur pokok kebudayaan yaitu:
1.      Alat-alat teknologi
2.      System ekonomi
3.      Keluarga
4.      Kekuasaan polotik
Kemudian Bronislawki, yang terkenal sebagai salah seorang pelopor teori fungsional dalam antropologi, menyebut unsur-unsur pokok kebudayaan sebagai berikut :
1.      System norma yang memungkinkan kerja sama antara anggota masyarakat di dalam upaya menguasai alam sekelilingnya,
2.      Organisasi ekonomi
3.      Alt-alat dan lembaga atau petugas pendidikan, perlu diingat bahwa keluarga merupakan pendidikan yang pertama,
4.      Organisasi kekuatan.
Tujuh unsur kebudayaan yang di anggap sebagai cultural universals, yaitu
1.      Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat reproduksi, transport dan sebagainya)
2.      Mata pencaharian hidup dan system-sistem ekonomi (pertanian peternakan, system produksi, system distribusi dan sebagainya)
3.      System kemasyarakatan (system kekerabatan, organisasi politik, system hokum, system perkawinan)
4.      Bahasa (lisan maupun terulis)
5.      Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak, dan sebagainya)
6.      System pengetahuan
7.      Religi (system kepercayaan)
Cultural universal tersebut di atas dapat dijabarkan lagi kedalam unsur-unsur yang lebih kecil. Ralph linton menyebutnya kegiatan-kegiatan keudayaan atau cultural activity, sebagai contoh cultural universal pencaharian hidup dan ekonomi, antara lain mencangkup kegiatan-kegiatan seperti pertanian, peternakan, system produksi, system distribusi  dan lain-lain. Kesenian misalnya meliputi kegiatan-kegiatan seperti seni tari, seni rupa, seni suara, dan lain-lain, selanjutnya Ralph Linton merinci kegiatan kebudayaan tersebut menjadi unsur-unsur yang lebih kecil lagi yang disebutnya trait-complex. (Soerjono Soekanto,2010:153-254)

Unsur-unsur normatif yang merupakan bagian dari kebudayaan yaitu :
1.      Unsur-unsur yang menyangkut penilaian, misalnya apa yang baik dan buruk, apa yang menyenangkan dan tidak menyenangkan apa yang sesuai dengan keiinginan dan apa yang tidak sesuai dengan keiinginan
2.      Unsur-unsur yang berhubungan dengan apa yang seharusnya, seperti bagaimana orang harus berperilaku
3.      Unsur-unsur yang menyangkut kepercayaan, misalnya harus mengadakan upacara adat pada saat kelahiran, pertunangan, perkawinan, dll.
(Soerjono Soekanto,2010:158)

Sifat Hakikat Kebudayaan
Seriap masyarkat mempunyai kebudayaan yang saling berbeda satu dengan lainnya, setiap kebudayaan mempunyai sifat hakikat yang berlaku umum bagi semua kebudayaan dimanapun juga.
Sifat hakikat kebudayaan adalah ciri setiap kebudayaan, tetapi bila seseorang hendak memahami sifat hakikatnya yang esensial, terlebih dahulu terus memecahkan pertentangan-pertentangan yang ada di dalamnya, berikut sifat hakikat kebudayaan :
1.      Kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia
2.      Kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi tertentu dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan
3.      Kebudayaan diperlakukan oleh manusia dan diwujudkan tingkah lakunya
4.      Kebudayaan mencangkup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang dan tindakan-tindakan yang diizinkan. (soerjono soekanto.2010:159-160)

Seorang ahli sosiologi yaitu Talcott Parson bersama ahli antropologi A.L Kroeber pernah menganjurkan untuk membedakan secara tajam wujud kebudayaan sebagai suatu system dari ide-ide dan konsep-konsep dari wujud kebudayaan sebagai suatu rangkaian tindakan dan aktivitas manusia yang berpola.


Menurut J.J Honigmam membedakan ada tiga gejala kebudayaan yaitu:
a.       Ideas
b.      Activities
c.       Artifacts

Sedangkan 3 (tiga) wujud kebudayaan menurut Soerjono Soekanto:
1.      Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, norma-norma, peraturan dan sebagainya
Wujud ini merupakan wujud ideal dari wujud kebudayaan , sifatnya absrak tidak dapat diraba atau di foto. Lokasinya ada di dalam kepala-kepala, atau dengan perkataan lain, dalam alam pikiran warga masyarakat dimana kebudayaan bersangkutan itu hidup
2.      Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat
Wujud ini disebut juga sebagai system social atau social system, mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri.. system social ini terdiri dari aktivitas-sktivitas manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu dengan yang lain dari detik kedetik, hari kehari, tahun ketahun, selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan.
3.      Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia
Wujud kebudayaan ini disebut kebudayaan fisik, dan tidak memerlukan banyak penjelasan. Karena berupa seluruh berupa seluruh total dari hasil fisik dari aktifitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat. Maka sifatnya paling konkret, dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan difoto.
Dalam ketiga wujud dari kebudayaan terurai diatas, dalam kenyataan kehidupan masyarakat tentu tidak terpisah satu dengan lain. Kebudayaan ideal dan adat-istiadat mengatur dan memberi arah kepada tindakan dan karya manusia. Baik pikiran-pikiran dan ide-ide, maupun tindakan dan karya manusia, menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya. Sebaliknya, kebudayaan fisi membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang semakin lama makin menjauhkan manusia dari lingkungan alamiahnya sehingga mempengaruhi pula pola-pola perbuatannya, bahkan juga cara berpikirannya.

Sungguhpun  ketiga wujud kebudayaan tadi erat berkaitan , untuk keperluan analisa perlu diadakan pemisahan yang tajam antara tiap-tiap wujud itu. Hal ini sering dilupakan, tidak hanya dalam diskusi-diskusi atau dalam pekerjaan sehari-hari ketiga wujud dari kebudayaan tadi sering dikacaukan, melainkan dalam analisa ilmiah oleh para sarjana yang menamakan dirinya ahli kebudayaan atau ahli masyarakat, dan sering tidak dapat dibuat pemisahan yang tajam antara hal tiga terurai di atas.
Pengertian Masyarakat menurut para tokoh :
1.      Madever dan Page
Suatu system/kebiasaan dan tata cara dari wewenang dan kerjasama antara berbagai kelompok serta penggolongan dan tingkah laku serta kebebasan-kebebasan manusia
2.      Ralph Linton
Masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan kerja sama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka sendiri sebagai suatu kesatuan social dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas
3.      Selo soemarjan
Orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan.
Kesimpulan dari beberapa pengertian dari tokoh-tokoh diatas adalah sekumpulan manusia yang hidup bersama dalam selang wakru yang lama, serta terikat dengan peraturan yang disepakati bersama.
Unsur-unsur masyarkat yaitu :
1.      Beranggotakan min 2 (dua) orang
2.      Berhubungan dalam kurun wktu yang cukup lama, dan menghasilkan manusia baru yang saling berkomunikasi dan yang membuat aturan-aturan hubungan antar anggota masyarakat
3.      Menjadi system hidup bersama yang menimbulkan kebudayaan serta keterkaitan stu sama lain sebagai anggota masyarakat
Ciri-ciri masyarakat yang baik yaitu ada 4 (empat) :
1.      Ada system tindakan pertama]
2.      Saling setia pada system tindakan utama
3.      Mampu bertahan lebih dari masa hidup dari seorang anggota
4.      Sebagian/seluruh anggota baru do dapat dari kelahiran/reproduksi manusia.

Masyarakat Pedesaan
Persekutuan hidup yang paling kecil dimulai saat manusia primitive mencari makan, yaitu dengan erburu, sebagai migrator, kenyataan ini dideduaikan dengan persediaan makanannya. Berkembangnya cara bertani menyebabkan lahirnya suatu persekutuan hidup permanen pada suatu tempat, kampong, babakan, dengan sifat yang khas, yaitu:
a.       Kekeluargaan
b.      Adanya kolektivitas dalam pembagian tanah dan persekutuannya
c.       Ada kesatuan ekonomis yang memenuhi kebutuhan sendiri.
Persekutuan hidup ini akan berubaha dengan berkembangnya ilmu pengetahua dan teknologi. Menurut Koentjaraningrat, suatu masyarakat desa menjadi suatu persekutuan hidup dan kesatuan social didasarkan atas dua macam prinsip, yaitu :
1.      Prinsip hubungan kekerabatan (geneolagis)
2.      Prinsip hubungan tinggal dekat/territorial
Prinsip ini tidak lengkap apabila yang mengikat adanya aktivitas tidak diikut sertakan, yaitu :
1.      Tujuan khusus yang ditentukan oleh factor ekologis
2.      Prinsip yang datang dari “atas” oleh aturan dan undang-undang
Lingkungan yang ditentukan oleh berbagai prinsip tersebut hubungannya salaing terjaring, yang batas-batasnya berbeda-beda, mungkin dengan pola konsentris, artinya hubungan tiap individu dimulai dengan lingkungan kecil, mencangkup kerabat dan tetangga dekat, atau dengan hubungan terjaring dengan pola terkupas, dimana orang bergaul untuk suatu lapangan kehidupan  dalam batas lingkungan social tertentu, tidak termasuk warga dan lingkungan tadi. Dalam pola ini terjadi prinsip hubungan tempat tinggal dekat, kebutuhan khusus, ekologi, atau kekerabata. (Dr. M. Munandar Soelaeman,1986:130)
Memutuskan tali kekerabatan sangat tidak diinginkan oleh masyarakat pedesaan apabila di tinjau dari Hadist:
1.      Hadist riwayat Abu Hurairah ra. dia berkata:
Rasulullah saw. Bersabda : Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk sehingga setelah selesai menciptakan mereka, bangkitlah rahim (hubungan kekeluargaan) berkata: Ini adalah tempat bagi orang berlindung (kepada-Mu) dengan tidak memutuskan tali silaturrahmi. Allah menjawab: Ya. Apakah kamu senang kalau Aku menyambung orang yang menyambungmu, dan memutuskan orang yang memutuskanmu? Ia berkata : Tentu saja. Allah berfirman: Itulah milikmu. Kemudian Rasulullah saw. Bersabda : Bacalah ayat berikut ini kalau kalian mau: Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan telinganya dan dibutakan matanya. Maka apakah mereka tidak memperhatikan Alquran ataukah hati mereka terkunci. (Efendy Sofyan. Shahih Muslim No.4634)
2.      Hadist riwayat Aisyah ra, ia berkata :
Rasulullah SAW bersabda : Rahim (tali persaudaraan) itu digantungkan pada arsy, ia berkata : Barang siapa yang menyambungku (berbuat baik kepada kerabat), maka Allah akan menyambungnya dan barang siapa yang memutuskan aku, maka Allah pun akan memutuskannya. (Efendy Sofyan. Shahih Muslim No.4635)
3.      Hadist riwayat Jubair bin Muth`im ra :
Dari Nabi SAW. bahwa beliau bersabda : Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan hubungan kekeluargaan. (Efendy Sofyan. Shahih Muslim No.4636)
4.      Hadist riwayat Anas bin Malik ra, ia berkata:
Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: Barang siapa yang merasa senang bila dimudahkan rezekinya dan dipanjangkan usianya, maka hendaklah dia menyambung hubungan kekeluargaan (silaturrahmi). (Efendy Sofyan. Shahih Muslim No.4638)
5.      Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:
Aku pernah mendengar Rasulullah saw. Bersabda : Jibril senantiasa mewasiatkan aku tentang tetangga sampai aku menduga bahwa ia akan menjadikan tetangga sebagai ahli waris. (Efendy Sofyan. Shahih Muslim No.4756)
6.      Hadis riwayat Ibnu Umar ra , ia berkata :
Rasulullah saw. Bersabda : Jibril senantiasa mewasiatkan kepadaku mengenai tetangga sampai aku mengira bahwa dia akan menjadikan tetangga sebagai ahli waris. (Efendy Sofyan. Shahih Muslim No.4757)

Perbedaan Masyarakat Pedesaan dengan Masyarakat Perkotaaan
Masyarakat pedesaan kehidupannya berbeda dengan masyarakt perkotaan. Perbedaan ini bearala dari adanya perbedaan yang mendasar dari keadan lingkungan, yang mengakibatkan adanya dampak terhadap personalitas dan segi-segi kehidupan
Ciri-ciri perbedaan tersebut  yaitu:
1.      Lingkungan umum dan orientasi terhadap alam
2.      Pekerjaan atau mata pencaharian
3.      Ukuran komunitas
4.      Kepadatan penduduk
5.      Homogenitas dan heterigenitas
6.      Deferinsiasi social
7.      Pelapisan social
8.      Mobilitas social
9.      Interaksi social
10.  Pengawasan social
11.  Pola kepemimpinan
12.  Standar kehidupan
13.  Kesetiakawanan social
14.  Nilai dan system social
(Dr. M. Munandar Soelaeman,1986)
Kehidupan masyarakat desa sangat menghargai orang-orang yang lebih tua dari mereka, Hildret Geertz telah mengamati bahwa orang tua yang tinggal di masyarakat jawa tradisional menanamkan tiga macam perasaan, yakni :
1.      Wedi (takut)
2.      Isin (malu)
3.      sungkan
dengan harapan agar mereka mudah dilatih untuk bersikap hormat kepada orang lain yang lebih tua. (Harudjati Purwoko,2008)


            Kelompok Sosial
            Definisi menurut beberapa tokoh, yaitu:
1.      Soerjono Soekanto : mendefinifikan kelompok social sebagai himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama karena adanya hubungan yang saling mempengaruhi.
2.      Hendra Puspito : kelompok social sebagai kumpulan yang nyata, teratur dan tetap dari individu yang melaksanakan peranannya.
3.      Paul B. Horton dan Chester L. Hont : kelompok social sebagai kumpulan manusia yang memiliki kesadaran dan anggotanya saling berinteraksi.
Ciri kelompok social :
a.       Memiliki strutur social yang tiap anggotanya memiliki status dan peran
b.      Memiliki nilai dan norma untuk mengatur segenap anggotanya
c.       Kesatuan yang nyata
d.      Adanya interaksi dan komunikasi
e.       Adanya kepentingan bersama
Latar belakang pembentukan :
a.       Factor darah (keturunan)
b.      Factor geografis
c.       Factor kepentingan
d.      Factor daerah asal








BAB III
LAPORAN OBSERVASI

A.    Setting Lingkungan
Observasi tentang Kebudayaan Jagong Bayi ini, di ambil di Kab. Tulungagung, yang terdiri dari 19 kecamatan, dan observasi ini di khususkan Kec. Kalidawir, Ds. Karang Sono Jabon. Daerah tersebut masih kental sekali dengan kebudayaan-kebudayaan pedesaan dan rasa kekerabatan antara keluarga,antar individu masih sangat kental. Pelaksanaan setiap kebudayaan menjadi suatu kewajiban, dan apabila tidak dilakukan akan terkucilkan dari masyarakat sekitar.
Observasi ini dengan melakukan wawancara di rumah bpk. Mustakim (RT.001, RW.013) selaku yang mempunyai hajad, dan wawancara kepada bpk. Mulyono selaku tokoh masyarakat.

B.     Kehidupan Keseharian
Masyarakat Ds. Karang Sono Jabon yang notabennya adalah bertani  ini mempunyai kebudayaan yang unik yaitu kebudayaan Jagong Bayi, rasa kekeluagaan di setiap masyarakatnya dan setiap individu sudah terjalin sejak lama hal ini terbukti dengan saling tolong menolong dan perhatian yang lebih meskipun tidak dengan keluarga yang behubungan darah. (wawancara dengan subjek 1)
Dengan demikian kebudayaan Jagong Bayi tetap di lestarikan sampai sekarang ini, karena Jagong Bayi merupakan wujud rasa kekerabatan dan rasa empati terhadap sesama masyarakat
.
C.    Gambaran Realita Budaya
Kebudayaan Jagong Bayi sudah ada sejak lama, kebudayaan ini sudah dilakukan sejak dulu. Kebudayaan Jagong Bayi ini bertujuan meningkatkan rasa kekeluargaan dan meningkatkan rasa silaturrahmi antara masyarakar disekitar keluarga yang mempunyai hajad tersebut. (wawancara dengan subjek 2)
Kebudayaan Jagong Bayi sendiri adalah berkumpulnya masyarakat sekitar keluarga yang baru melahirkan bayi, untuk menjenguk dan mendoakan sang ibu dan bayi yang baru lahir. (wawancara subjek 1 dan 2)
Kebudayaan Jagong Bayi hanya dilakukan ketika terdapat keluarga yang melahirkan bayi, kemudian sebelum tujuh harinya bayi, mulai dari kelahiran sampai tujuh harinya, semua masyarakt sekitar berkunjung atau menjenguk sang ibu yang baru melahirkan, selain menjenguk masyarakat yang datang pada keluarga yang punya hajad tersebut juga mendoakan sang keluarga yang mempunyai hajad tersebut.
Rasa empati dan rasa kekeluargaan yang besar membuat seluruh lapisan masyarakat di sekitar keluarga yang mempunyai hajad, berkunjung, menjenguk dan mendoakan sang ibu dan bayi yang baru lahir atau yang dinamakan sebafai Jagong Bayi.
Kebudayaan ini dilakukan/dilaksanakan oleh seluruh lapisan penduduk yang ada disekitar keluarga yang mempunyai hajad, dan apabila ada individu yang tidak menjalankannya akan menjadi bahan pembicaraaan dan dikucilkan oleh penduduk sekitar.(wawancara dengan subjek 1)

D.    Peran dan Makna Aktivitas dalam System Budaya Masyarakat
Kebudayaan Jagong Bayi menjadi ciri khas masyarakat Ds. Karang Sono Jabon, karena kebudayaan Jagong Bayi bisa menciptakan dan menambah rasa kekeluargan dan silaturrahmi antara penduduk desa.
(wawancara dengan subkjek 1 dan 2)
Meskipun budaya ini hanya bisa dilakukan ketika ada keluarga yang melahirkan bayi tetapi kebudayaan tersebut sangat berperan penting terhadap berlangsungnya kehidupan bermasyarakat.
Masyarakat penduduk desa sangat antusias untuk datang di hari-hari waktunya Jagong Bayi, yaitu semenjak kelahiran bayi sampai tujuh harinya, dan di akhiri dengan yang sisebut sepasaran bayi.


BAB IV
ANALISA, PEMBAHASAN, PELAJARAN YANG BISA DIAMBIL

A.    Analisa
Masyarakat yang berada di Kab. Tulungagung, Kec. Kalidawir khususnya Ds. Karang Sono Jabon mempunyai kebudayaan yang sangat menarik yaitu kebudayaan Jagong Bayi.
Dalam 3 (tiga) wujud kebudayaan, aktifitas Jagong Bayi ini terwujud ketika adanya keluarga yang melahirkan anak kemudian kedatangan para penduduk sekitar, dan ide Jagong Bayi tersebut sudah muncul sejak nenek moyang sampai sekarang ini, dan budaya ini terbukti juga melalui kerumulan orang orang dalam kebudayaan Jagong Bayi dan Kebudayaan tersebut menghasilkan tali silaturrahmi yang sangat kuat antar sasama.
Kebudayaan Jagong Bayi sudah ada sejak jaman nenek moyang dan terus dijalankan oleh generasi penerus sampai sekarang ini, kebudayaan tersebut sangat cocok dan menjadi ciri khas sendiri dari masyarakat pedesaan yang mengunggulkan/mengutamakan rasa kekeluargaan dan rasa empati yang sangat kuat terhadap penduduk masyarakat yang lainnya.
Kebudayaan Jagong Bayi dilaksanakan ketika ada kelahiran bayi, dan di laksanakan mulai kelahiran bayi sampai dengan tujuh  harinya. Pada tujuh harinya tersebut diadakan pula acara aqiqah (apabila yang mampu) atau sering disebut dengan pasaran bayi.
Di waktu ada seorang ibu yang melahirkan, seluruh lapisan masyarakat Ds. Karang Sono Jabon sangatlah antusias untuk segera melakukan Jagong Bayi, karena rasa penasaran yang kuat untuk ingin mengetahui keadaan sang ibu yang melahirkan dan keadaan bayi yang dilahirkan, selain itu mereka yang datang didalam Jagong Bayi juga mendoakannya.
Penduduk masyarakat pedesaan (Ds. Karang Sono Jabon) melakukan jagong bayi sudah seperti kegiatan wajib bagi mereka, karena rasa kekeluargaan yang kuatlah yang membuat hal tersebut tetap mendarah daging, dan apabila tidak melaksanakannya dan tidak mempunyai alas an yang kuat untuk tidak melaksanakannya maka akan merasa jauh dari tali silaturahmi dan terkadang menjadi buah bibir penduduk sekitar

B.     Pembahasan
Negara Indonesia merupakan salah satu Negara yang mempunyai kebudayaan yang beraneka ragam, hal tersebut terbukti dengan kebudayaan yang berada dalam kehidupan sekitar, salah satunya kebudayaan Jagong Bayi.
Kebudayan Jagong Bayi termasuk salah satu kebudayaan yang berada di Ds. Karang Sono Jabon, kebudayaan tersebut sudah berada sejak nenek moyang dan di lanjutkan oleh generasi penerus sampai sekarang ini. Kebudayaan tersebut melibatkan masyarakt penduduk disekitar, khususnya satu desa.
Kebudayaan Jagong Bayi adalah kebudayaan yang dilakukan dimana ada keluarga yang melahirkan kemudian timbul rasa empati dan kekeluargaan yang lebih dari penduduk di sekitarnya kemudian para penduduk disekitar tersebut menjenguk untuk mendokan dan sekalian memperkuat tali silatirrahmi antara penduduk yang datang untuk Jagong Bayi tersebut.
Masyarakat yang masih menjunjung rasa kekeluargaan sangatlah cocok dan sesuai dengan kebudayaan tersebut karena kebudayaan Jagong Bayi bertujuan untuk memperkuat tali silaturrahmi, selain itu Jagong Bayi juga berperan penting untuk meningkatkan rasa empati.
Kebudayaan Jagong Bayi dilaksanakan ketika ada seorang ibu yang melahirkan bayi, dan Jagong Bayi dimulai sejak kelahiran bayi sampai tujuh harinya bayi tersebut, proses acara tersebut sangatlah sederhana, dimulai dari datangnya penduduk sekitar, kemudian tamu (penduduk) menanya-nanyakan keadaan sang ibu yang baru melahirkan, setelah itu mendoakan sang ibu, bayi yang baru lahir beserta keluarga yang dipimpin langsung oleh salah satu tokoh masyarakat,kemudian ramah tamah.

C.    Pelajaran yang bisa diambil
Di era globalisasi ini banyak kebudayaan dan nilai-nilai yang ada pada masyarakat yang memudar, kehidupan yang selalu mengutamakan kebutuhan pribadi sekarang ini sudah menjadi kebudayaan di kalangan masyarakat.
Maka dari itu kebudayaan Jagong Bayi harus tetap di lestarikan karena dalam kebudayaan tersebut mempunyai nilai-nilai yang sangat berperan penting terhadap rasa kekeluargaan dan empati sesama masyarakat.
Dari hasil kebudayaan Jagong Bati tersebut dapat dinikmati sampk skarang ini oleh pnduduk Tulungagung, karena selalu bisa meningkatkan talisilaturahmi juga.
BAB V
KESIMPULAN

Kebudayaan Jagong Bayi yang di lakukan oleh masyarakat Ds. Karang Sono Jabon merupakan kebudayaan turun menurun dari nenek moyang kemudian di lanjutka oleh para generasi penerus.
Kebudayaan Jagong Bayi bertujuan untuk bertujuan untuk memperkuat tali silaturrahmi, selain itu Jagong Bayi juga berperan penting untuk meningkatkan rasa empati antar masyarakat.
Proses berlangsungnya kebudayaan tersebut apabila adanya kelahiran seorang bayi, kemudian kebudayaan Jagong Bayi dimulai sejak kelahiran bayi sampai tujuh harinya, dan dalam acara tersebut penduduk yang Jagong Bayi memberikan doa untuk ibu dan bayi yang baru lahir.
Penduduk disekitar keluarga yang mempunyai hajad Jagong Bayi sangat berperan penting terhadap berlangsungnya kebudayaan ini, seandainya penduduk di sekitar tidak berperan aktif maka kebudayaan ini tidak akan maksimal,



DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta. Rineka Cipta
Soekanto, Soerjono. 2010. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada
Soelaeman, Munandar. 1986. Ilmu Sosial Dasar. Bandung. PT Rafika Aditama
Purwoko, Harudjati. 2008. Wacana Komunikasi. Semarang. PT Macanan jaya Cemerlang
Efendy, Sofyan. Kumpulan dan Referensi Belajar Hadist
Foster, Bob. 2010. Kumpulan Rumus. Bandung. Ganesha Operation














Search This Blog