BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Budaya, sering
kita dengar dikehidupan sehari, kalangan masyarakat tingkat bawah sampai
pejabat-pejabat bangsa ini, karena bangsa ini tidak luput dari kebudayaan yang
sudah kental sejak nenek moyang.
Bicara tentang
budaya yang ada di Indonesia memang tidak ada habis-habisnya, dari sabang
sampai merauke berjajar pulau-pulau dan
di setiap penjuru bangsa Indonesia mempunyai budaya, bahkan tidak hanya satu
saja,tetapi berpuluh-puluh budaya di setiap pelosok penjuru Indonesia .
Indonesia kaya
akan budaya, bahkan banyak budaya yang masih belum terpublikasikan, contohnya
budaya Jagong Bayi, tepatnya di daerah Kabupaten Tulungagung, Kecamatan
Kalaidawir, budaya tersebut sudah dijalani sejak jaman nenek moyang dan belum
diketahui tepat tahun dimulainya budaya tersebut.
Budaya Jagong
Bayi merupakan budaya turun menurun dari masyarakat Kalidawir, dan budaya
tersebut sangatlah kental dengan kehidupan masyarakat disekitar, masyarakt
disekitar meyakini bahwa dengan kebiasaa jagong bayi bias menumbuhkan rasa persaudaraan dan meningkatkan tali
silaturrahmi, hal tersebut yang menyebabkan jagong bayi tetap dilakukan oleh masyarakat
Kalidawir.
Budaya tersebut
menurut saya sangat unik dan menarik, tidak sama dengan kebudayaan di
daerah-daerah lainnya.
Dari berbagai
pernyataan-pernyataan yang tertera di atas, menimbulakan rasa penasaran saya
terhadap Budaya Jagong Bayi tersebut, maka dari itu saya tergugah untuk melakukan
Observasi tentang Budaya Jagong Bayi, karena sangat menarik untuk di ungkapkan.
B.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah
adalah rumusan tentang soal-soal yang akan diteliti untuk ditemukan jawabannya.
Berdasarkan latar belakang yang penulis kemukakan di atas, maka di rumuskan:
1.
Apa
yang dimaksud dengan jagong bayi?
2.
Apa
tujuan dari jagong bayi tersebut?
3.
Bagaimana
proses jagong bayi tersebut?
4.
Siapa
saja yang melakukan jagong bayi tersebut?
C.
Tujuan
Observasi
ini mempunyai tujuan-tujuan sebagai berikut:
1.
Mengetahui
apa yang dimaksud dengan Jagong Bayi tersebut
2.
Mengetahui
tujuan Jagong Bayi tersebut
3.
Mengetahui
proses Jagong Bayi tersebut
4.
Mengetahui
siapa saja yang melakukan Jagong Bayi tersebut.
BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam ilmu antropologi mempunyai beberapa pembahasan-pembahsan
tentang apa-apa yang ada pada realita kehidupan ini. Antropologi sendiri
mempunyai pengertian yang komplek, pengertian tersebut terdapat banyak
perbedaan-perbedaan dan istilah istilah yang berkaitan dengan antropologi yaitu
:
1.
Ethnography
berarti “pelukisan tentang bangsa-bangsa” istlah ini dipakai umum di Eropa
Barat untuk menyebutkan bahan yang termaktub dalam karangan-karangan tentang
masyarakat dan kebudayaan suku-suku bangsa di luar Eropa.
2.
Ethology,
yang berarti “ilmu bangsa-bangsa”, adalah juga suatu istilah yang telah lama
dipakai sejak permulaan masa terjadinya antropologi
3.
Volkenkunde
berarti “ilmu bangsa-bangsa”, istilah itu dipergunakan terutama di Eropa Tengah
sampai sekarang
4.
Kulturkunde
berarti “ilmu kebudayaan”, istilah ini pernah dipakai oleh seorang sarjana antropologi Jerman, L.
Frobenius, dalam arti sama dengan pemakaian ethnology di Amerika, pernah juga
dipakai oleh seorang guru besar Universitas Indonesia, H. J Held, dalam bahasa
Indonesia istilah itu enjadi “ilmu
kebudayaan”
5.
Antropology
berarti “ilmu tentang manusia” dan adalh suatu istilah yang sangat tua, dahulu
istilah ini digunakan dalm arti yang lain, yaitu “ilmu tentang ciri-ciri tubuh
manusia”
6.
Cultural
antropology, akhir-akhir ini dipakai di Amerika, tetapi kemudian juga di
Negara-negara lain sebagai istilah untuk menyebut bagian dari ilmu antropology,
dalam arti luas yang tidak mempelajari manusia dari sudut fisiknya, jadi
sebagai lawan dari pada physical anthropology
7.
Social
antropologi dipakai di Inggris untuk menyebut antropologi dalam fase ketiganya,
sebagai lawan ethnology, yang dipakai untuk menyebut antropologi dari fase-fase
sebelumnya. (Koentjaraningrat,2002:10-12)
Dalam perkembagan pengertian tentang ilmu antropoogi terdapat
beberapa istilah-istilah tentang
antropology sebagaimana yang di ungkapkan di atas, hal tersebut bias juga di
sebabkan karena perkembangan ilmu antropolgi mengalami beberapa fase-fase, yang
mana fase-fase tersebut berkembang dengan perjalannya waktu dan pengetahuan
manusia untuk memahami kebudayaan di suatu wilayah tertentu.
Ilmu Antropologi identik sekali dengan kebudayaan, dalam ilmu
antropologi yang telah menjadikan berbagai cara hidup manusia dengan berbagai macam
system tindakan tadi sebagai obyek penelitian dan analisanya, aspek belajar itu
meruoakan aspek yang sangat penting. Itulah sebabnya dalam hal memberi
pembatasan terhadap konsep budaya, ilmu antropologi sering sekali sangat
berbeda dengan berbagai ilmu lain, apabila dibandingkan dengan arti yang
biasanya diberikan kepada konsep itu dalam bahasa sehari-hari, yaitu arti yang
terbatas kepada hal-hal yang seperti candi, tari-tarian, seni rupa, seni suara,
kesusteraan dan filsafat. Definisi antropologi jauh lebih luas sifat dan ruang
lingkupnya. Menurut ilmu antropologi “kebudayaan” adalah keseluruhan system
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat
yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. (Koentjaraningrat,2002:179-180)
Hal tersebut berarti bahwa hamper seluruh tindakan manusia adalah
“kebudayaan”, karena hanya amat sedikit tindakan manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang tidak perlu dibiasakannya dengan belajar, yaitu hanya beberapa
tindakan naluri beberapa reflex. Berbagai tindakan manusia merupakan kemampuan
naluri yang terbawa oleh mahkluk manusia dlam gennya bersama kelahirannya.
Definisi yang menganggap bahwa kebudayaan dan tindakan kebudayaan
itu adalh segala tindakan yang harus dibiaskan oleh manusia denagan belajar.
Kata “kebudayaan” dan “culture”, kata kebudayaan berasal dari kata sanskerta
buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi”atau”akal. Dengan
demikian kebudayaan dapat diartikan “hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Ada
sarjana lain yang mengupas kata budaya sebagai suatu perkembangan dari majemuk
budi-daya, yang berarti “daya dari budi”. Kaarena itu mereka membedakan budaya
dari kebudayaan. Demikianlah budaya adalah “daya dari budi” yang berupa cipta,
karsa dan rasa, sedangkan dalam istilah “antropologi-budaya” perbedaan itu di
tiadakan. Kata “budaya” disini hanya dipakai sebagai songkatan saja dari
“kebudayaan” dengan arti yang sama. (Koentjaraningrat,2002:180-181)
Keudayaan setiap bangsa atau masyarakat terdiri dari unsur-unsur
besar maupun unsur-unsur kecil yang merupakan bagian dari suatu kebulatan yang
bersifat sebagai suatu kesatuan. Misalnya dalam kebudayaan Indonesia dapat
dojumpai unsur besar umpamanya Majelis Permusyawaratan Rakyat, disamping adanya
unsur-unsur kecil seperti sisir, kancing baju, peniti dan lain-lainnya yang di
jual dipinggir jalan.
Beberap orang sarjana telah mencoba merumuskan unsur-unsur pokok
kebudayaan tadi, misalnya, Melville J, mengajukan empat unsur pokok kebudayaan
yaitu:
1.
Alat-alat
teknologi
2.
System
ekonomi
3.
Keluarga
4.
Kekuasaan
polotik
Kemudian Bronislawki, yang terkenal sebagai salah seorang pelopor
teori fungsional dalam antropologi, menyebut unsur-unsur pokok kebudayaan
sebagai berikut :
1.
System
norma yang memungkinkan kerja sama antara anggota masyarakat di dalam upaya
menguasai alam sekelilingnya,
2.
Organisasi
ekonomi
3.
Alt-alat
dan lembaga atau petugas pendidikan, perlu diingat bahwa keluarga merupakan
pendidikan yang pertama,
4.
Organisasi
kekuatan.
Tujuh unsur kebudayaan yang di anggap sebagai cultural universals,
yaitu
1.
Peralatan
dan perlengkapan hidup manusia (pakaian perumahan, alat-alat rumah tangga,
senjata, alat-alat reproduksi, transport dan sebagainya)
2.
Mata
pencaharian hidup dan system-sistem ekonomi (pertanian peternakan, system
produksi, system distribusi dan sebagainya)
3.
System
kemasyarakatan (system kekerabatan, organisasi politik, system hokum, system
perkawinan)
4.
Bahasa
(lisan maupun terulis)
5.
Kesenian
(seni rupa, seni suara, seni gerak, dan sebagainya)
6.
System
pengetahuan
7.
Religi
(system kepercayaan)
Cultural universal tersebut di atas dapat dijabarkan lagi kedalam
unsur-unsur yang lebih kecil. Ralph linton menyebutnya kegiatan-kegiatan
keudayaan atau cultural activity, sebagai contoh cultural universal pencaharian
hidup dan ekonomi, antara lain mencangkup kegiatan-kegiatan seperti pertanian,
peternakan, system produksi, system distribusi
dan lain-lain. Kesenian misalnya meliputi kegiatan-kegiatan seperti seni
tari, seni rupa, seni suara, dan lain-lain, selanjutnya Ralph Linton merinci
kegiatan kebudayaan tersebut menjadi unsur-unsur yang lebih kecil lagi yang
disebutnya trait-complex. (Soerjono Soekanto,2010:153-254)
Unsur-unsur normatif yang merupakan bagian dari kebudayaan yaitu :
1.
Unsur-unsur
yang menyangkut penilaian, misalnya apa yang baik dan buruk, apa yang
menyenangkan dan tidak menyenangkan apa yang sesuai dengan keiinginan dan apa
yang tidak sesuai dengan keiinginan
2.
Unsur-unsur
yang berhubungan dengan apa yang seharusnya, seperti bagaimana orang harus
berperilaku
3.
Unsur-unsur
yang menyangkut kepercayaan, misalnya harus mengadakan upacara adat pada saat
kelahiran, pertunangan, perkawinan, dll.
(Soerjono
Soekanto,2010:158)
Sifat Hakikat
Kebudayaan
Seriap masyarkat mempunyai kebudayaan yang saling berbeda satu
dengan lainnya, setiap kebudayaan mempunyai sifat hakikat yang berlaku umum
bagi semua kebudayaan dimanapun juga.
Sifat hakikat kebudayaan adalah ciri setiap kebudayaan, tetapi bila
seseorang hendak memahami sifat hakikatnya yang esensial, terlebih dahulu terus
memecahkan pertentangan-pertentangan yang ada di dalamnya, berikut sifat
hakikat kebudayaan :
1.
Kebudayaan
terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia
2.
Kebudayaan
telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi tertentu dan tidak
akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan
3.
Kebudayaan
diperlakukan oleh manusia dan diwujudkan tingkah lakunya
4.
Kebudayaan
mencangkup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan
yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang dan
tindakan-tindakan yang diizinkan. (soerjono soekanto.2010:159-160)
Seorang ahli sosiologi yaitu Talcott Parson bersama ahli
antropologi A.L Kroeber pernah menganjurkan untuk membedakan secara tajam wujud
kebudayaan sebagai suatu system dari ide-ide dan konsep-konsep dari wujud
kebudayaan sebagai suatu rangkaian tindakan dan aktivitas manusia yang berpola.
Menurut J.J Honigmam membedakan ada tiga gejala kebudayaan yaitu:
a.
Ideas
b.
Activities
c.
Artifacts
Sedangkan 3 (tiga) wujud kebudayaan menurut Soerjono Soekanto:
1.
Wujud
kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, norma-norma, peraturan
dan sebagainya
Wujud
ini merupakan wujud ideal dari wujud kebudayaan , sifatnya absrak tidak dapat
diraba atau di foto. Lokasinya ada di dalam kepala-kepala, atau dengan
perkataan lain, dalam alam pikiran warga masyarakat dimana kebudayaan
bersangkutan itu hidup
2.
Wujud
kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia
dalam masyarakat
Wujud
ini disebut juga sebagai system social atau social system, mengenai tindakan berpola
dari manusia itu sendiri.. system social ini terdiri dari aktivitas-sktivitas
manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu dengan yang
lain dari detik kedetik, hari kehari, tahun ketahun, selalu menurut pola-pola
tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan.
3.
Wujud
kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia
Wujud
kebudayaan ini disebut kebudayaan fisik, dan tidak memerlukan banyak
penjelasan. Karena berupa seluruh berupa seluruh total dari hasil fisik dari
aktifitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat. Maka sifatnya
paling konkret, dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat,
dan difoto.
Dalam ketiga wujud dari kebudayaan terurai diatas, dalam kenyataan
kehidupan masyarakat tentu tidak terpisah satu dengan lain. Kebudayaan ideal
dan adat-istiadat mengatur dan memberi arah kepada tindakan dan karya manusia.
Baik pikiran-pikiran dan ide-ide, maupun tindakan dan karya manusia,
menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya. Sebaliknya, kebudayaan fisi
membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang semakin lama makin menjauhkan
manusia dari lingkungan alamiahnya sehingga mempengaruhi pula pola-pola
perbuatannya, bahkan juga cara berpikirannya.
Sungguhpun ketiga wujud
kebudayaan tadi erat berkaitan , untuk keperluan analisa perlu diadakan
pemisahan yang tajam antara tiap-tiap wujud itu. Hal ini sering dilupakan,
tidak hanya dalam diskusi-diskusi atau dalam pekerjaan sehari-hari ketiga wujud
dari kebudayaan tadi sering dikacaukan, melainkan dalam analisa ilmiah oleh
para sarjana yang menamakan dirinya ahli kebudayaan atau ahli masyarakat, dan
sering tidak dapat dibuat pemisahan yang tajam antara hal tiga terurai di atas.
Pengertian Masyarakat menurut para tokoh :
1.
Madever
dan Page
Suatu
system/kebiasaan dan tata cara dari wewenang dan kerjasama antara berbagai
kelompok serta penggolongan dan tingkah laku serta kebebasan-kebebasan manusia
2.
Ralph
Linton
Masyarakat
merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan kerja sama cukup lama
sehingga mereka dapat mengatur diri mereka sendiri sebagai suatu kesatuan
social dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas
3.
Selo
soemarjan
Orang-orang
yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan.
Kesimpulan dari beberapa pengertian dari tokoh-tokoh diatas adalah
sekumpulan manusia yang hidup bersama dalam selang wakru yang lama, serta
terikat dengan peraturan yang disepakati bersama.
Unsur-unsur masyarkat yaitu :
1.
Beranggotakan
min 2 (dua) orang
2.
Berhubungan
dalam kurun wktu yang cukup lama, dan menghasilkan manusia baru yang saling
berkomunikasi dan yang membuat aturan-aturan hubungan antar anggota masyarakat
3.
Menjadi
system hidup bersama yang menimbulkan kebudayaan serta keterkaitan stu sama
lain sebagai anggota masyarakat
Ciri-ciri masyarakat yang baik yaitu ada 4 (empat) :
1.
Ada
system tindakan pertama]
2.
Saling
setia pada system tindakan utama
3.
Mampu
bertahan lebih dari masa hidup dari seorang anggota
4.
Sebagian/seluruh
anggota baru do dapat dari kelahiran/reproduksi manusia.
Masyarakat Pedesaan
Persekutuan hidup yang paling kecil dimulai saat manusia primitive
mencari makan, yaitu dengan erburu, sebagai migrator, kenyataan ini dideduaikan
dengan persediaan makanannya. Berkembangnya cara bertani menyebabkan lahirnya
suatu persekutuan hidup permanen pada suatu tempat, kampong, babakan, dengan
sifat yang khas, yaitu:
a.
Kekeluargaan
b.
Adanya
kolektivitas dalam pembagian tanah dan persekutuannya
c.
Ada
kesatuan ekonomis yang memenuhi kebutuhan sendiri.
Persekutuan hidup ini akan berubaha dengan berkembangnya ilmu
pengetahua dan teknologi. Menurut Koentjaraningrat, suatu masyarakat desa
menjadi suatu persekutuan hidup dan kesatuan social didasarkan atas dua macam
prinsip, yaitu :
1.
Prinsip
hubungan kekerabatan (geneolagis)
2.
Prinsip
hubungan tinggal dekat/territorial
Prinsip ini tidak lengkap apabila yang mengikat adanya aktivitas
tidak diikut sertakan, yaitu :
1.
Tujuan
khusus yang ditentukan oleh factor ekologis
2.
Prinsip
yang datang dari “atas” oleh aturan dan undang-undang
Lingkungan yang ditentukan oleh berbagai prinsip tersebut
hubungannya salaing terjaring, yang batas-batasnya berbeda-beda, mungkin dengan
pola konsentris, artinya hubungan tiap individu dimulai dengan lingkungan
kecil, mencangkup kerabat dan tetangga dekat, atau dengan hubungan terjaring
dengan pola terkupas, dimana orang bergaul untuk suatu lapangan kehidupan dalam batas lingkungan social tertentu, tidak
termasuk warga dan lingkungan tadi. Dalam pola ini terjadi prinsip hubungan
tempat tinggal dekat, kebutuhan khusus, ekologi, atau kekerabata. (Dr. M.
Munandar Soelaeman,1986:130)
Memutuskan tali kekerabatan sangat tidak diinginkan oleh masyarakat
pedesaan apabila di tinjau dari Hadist:
1.
Hadist
riwayat Abu Hurairah ra. dia berkata:
Rasulullah
saw. Bersabda : Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk sehingga setelah selesai
menciptakan mereka, bangkitlah rahim (hubungan kekeluargaan) berkata: Ini
adalah tempat bagi orang berlindung (kepada-Mu) dengan tidak memutuskan tali
silaturrahmi. Allah menjawab: Ya. Apakah kamu senang kalau Aku menyambung orang
yang menyambungmu, dan memutuskan orang yang memutuskanmu? Ia berkata : Tentu
saja. Allah berfirman: Itulah milikmu. Kemudian Rasulullah saw. Bersabda :
Bacalah ayat berikut ini kalau kalian mau: Maka apakah kiranya jika kamu
berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan
kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan
telinganya dan dibutakan matanya. Maka apakah mereka tidak memperhatikan
Alquran ataukah hati mereka terkunci. (Efendy Sofyan. Shahih Muslim No.4634)
2.
Hadist
riwayat Aisyah ra, ia berkata :
Rasulullah
SAW bersabda : Rahim (tali persaudaraan) itu digantungkan pada arsy, ia berkata
: Barang siapa yang menyambungku (berbuat baik kepada kerabat), maka Allah akan
menyambungnya dan barang siapa yang memutuskan aku, maka Allah pun akan
memutuskannya. (Efendy Sofyan. Shahih Muslim No.4635)
3.
Hadist
riwayat Jubair bin Muth`im ra :
Dari
Nabi SAW. bahwa beliau bersabda : Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan hubungan
kekeluargaan. (Efendy Sofyan. Shahih Muslim No.4636)
4.
Hadist
riwayat Anas bin Malik ra, ia berkata:
Aku
pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: Barang siapa yang merasa senang bila
dimudahkan rezekinya dan dipanjangkan usianya, maka hendaklah dia menyambung
hubungan kekeluargaan (silaturrahmi). (Efendy Sofyan. Shahih Muslim No.4638)
5.
Hadis
riwayat Aisyah ra., ia berkata:
Aku
pernah mendengar Rasulullah saw. Bersabda : Jibril senantiasa mewasiatkan aku
tentang tetangga sampai aku menduga bahwa ia akan menjadikan tetangga sebagai
ahli waris. (Efendy Sofyan. Shahih Muslim No.4756)
6.
Hadis
riwayat Ibnu Umar ra , ia berkata :
Rasulullah saw.
Bersabda : Jibril senantiasa mewasiatkan kepadaku mengenai tetangga sampai aku
mengira bahwa dia akan menjadikan tetangga sebagai ahli waris. (Efendy Sofyan. Shahih
Muslim No.4757)
Perbedaan Masyarakat Pedesaan dengan Masyarakat Perkotaaan
Masyarakat pedesaan kehidupannya berbeda dengan masyarakt
perkotaan. Perbedaan ini bearala dari adanya perbedaan yang mendasar dari
keadan lingkungan, yang mengakibatkan adanya dampak terhadap personalitas dan
segi-segi kehidupan
Ciri-ciri perbedaan tersebut
yaitu:
1.
Lingkungan
umum dan orientasi terhadap alam
2.
Pekerjaan
atau mata pencaharian
3.
Ukuran
komunitas
4.
Kepadatan
penduduk
5.
Homogenitas
dan heterigenitas
6.
Deferinsiasi
social
7.
Pelapisan
social
8.
Mobilitas
social
9.
Interaksi
social
10.
Pengawasan
social
11.
Pola
kepemimpinan
12.
Standar
kehidupan
13.
Kesetiakawanan
social
14.
Nilai
dan system social
(Dr. M.
Munandar Soelaeman,1986)
Kehidupan masyarakat desa sangat menghargai orang-orang yang lebih
tua dari mereka, Hildret Geertz telah mengamati bahwa orang tua yang tinggal di
masyarakat jawa tradisional menanamkan tiga macam perasaan, yakni :
1.
Wedi
(takut)
2.
Isin
(malu)
3.
sungkan
dengan harapan agar mereka mudah dilatih untuk bersikap hormat
kepada orang lain yang lebih tua. (Harudjati Purwoko,2008)
Kelompok Sosial
Definisi menurut beberapa
tokoh, yaitu:
1.
Soerjono
Soekanto : mendefinifikan kelompok social sebagai himpunan atau kesatuan
manusia yang hidup bersama karena adanya hubungan yang saling mempengaruhi.
2.
Hendra
Puspito : kelompok social sebagai kumpulan yang nyata, teratur dan tetap dari
individu yang melaksanakan peranannya.
3.
Paul
B. Horton dan Chester L. Hont : kelompok social sebagai kumpulan manusia yang
memiliki kesadaran dan anggotanya saling berinteraksi.
Ciri kelompok social :
a.
Memiliki
strutur social yang tiap anggotanya memiliki status dan peran
b.
Memiliki
nilai dan norma untuk mengatur segenap anggotanya
c.
Kesatuan
yang nyata
d.
Adanya
interaksi dan komunikasi
e.
Adanya
kepentingan bersama
Latar belakang pembentukan :
a.
Factor
darah (keturunan)
b.
Factor
geografis
c.
Factor
kepentingan
d.
Factor
daerah asal
BAB III
LAPORAN OBSERVASI
A.
Setting Lingkungan
Observasi tentang Kebudayaan Jagong
Bayi ini, di ambil di Kab. Tulungagung, yang terdiri dari 19 kecamatan, dan
observasi ini di khususkan Kec. Kalidawir, Ds. Karang Sono Jabon. Daerah
tersebut masih kental sekali dengan kebudayaan-kebudayaan pedesaan dan rasa
kekerabatan antara keluarga,antar individu masih sangat kental. Pelaksanaan
setiap kebudayaan menjadi suatu kewajiban, dan apabila tidak dilakukan akan
terkucilkan dari masyarakat sekitar.
Observasi ini dengan melakukan
wawancara di rumah bpk. Mustakim (RT.001, RW.013) selaku yang mempunyai hajad,
dan wawancara kepada bpk. Mulyono selaku tokoh masyarakat.
B.
Kehidupan
Keseharian
Masyarakat Ds. Karang Sono Jabon
yang notabennya adalah bertani ini
mempunyai kebudayaan yang unik yaitu kebudayaan Jagong Bayi, rasa kekeluagaan
di setiap masyarakatnya dan setiap individu sudah terjalin sejak lama hal ini
terbukti dengan saling tolong menolong dan perhatian yang lebih meskipun tidak
dengan keluarga yang behubungan darah. (wawancara dengan subjek 1)
Dengan demikian kebudayaan Jagong
Bayi tetap di lestarikan sampai sekarang ini, karena Jagong Bayi merupakan
wujud rasa kekerabatan dan rasa empati terhadap sesama masyarakat
.
C.
Gambaran Realita Budaya
Kebudayaan Jagong Bayi sudah ada
sejak lama, kebudayaan ini sudah dilakukan sejak dulu. Kebudayaan Jagong Bayi
ini bertujuan meningkatkan rasa kekeluargaan dan meningkatkan rasa silaturrahmi
antara masyarakar disekitar keluarga yang mempunyai hajad tersebut. (wawancara
dengan subjek 2)
Kebudayaan Jagong Bayi sendiri
adalah berkumpulnya masyarakat sekitar keluarga yang baru melahirkan bayi,
untuk menjenguk dan mendoakan sang ibu dan bayi yang baru lahir. (wawancara
subjek 1 dan 2)
Kebudayaan Jagong Bayi hanya
dilakukan ketika terdapat keluarga yang melahirkan bayi, kemudian sebelum tujuh
harinya bayi, mulai dari kelahiran sampai tujuh harinya, semua masyarakt
sekitar berkunjung atau menjenguk sang ibu yang baru melahirkan, selain
menjenguk masyarakat yang datang pada keluarga yang punya hajad tersebut juga
mendoakan sang keluarga yang mempunyai hajad tersebut.
Rasa empati dan rasa kekeluargaan
yang besar membuat seluruh lapisan masyarakat di sekitar keluarga yang
mempunyai hajad, berkunjung, menjenguk dan mendoakan sang ibu dan bayi yang
baru lahir atau yang dinamakan sebafai Jagong Bayi.
Kebudayaan ini
dilakukan/dilaksanakan oleh seluruh lapisan penduduk yang ada disekitar
keluarga yang mempunyai hajad, dan apabila ada individu yang tidak
menjalankannya akan menjadi bahan pembicaraaan dan dikucilkan oleh penduduk
sekitar.(wawancara dengan subjek 1)
D.
Peran dan Makna Aktivitas dalam System Budaya Masyarakat
Kebudayaan Jagong Bayi menjadi ciri
khas masyarakat Ds. Karang Sono Jabon, karena kebudayaan Jagong Bayi bisa
menciptakan dan menambah rasa kekeluargan dan silaturrahmi antara penduduk desa.
(wawancara dengan subkjek 1 dan 2)
Meskipun budaya ini hanya bisa
dilakukan ketika ada keluarga yang melahirkan bayi tetapi kebudayaan tersebut
sangat berperan penting terhadap berlangsungnya kehidupan bermasyarakat.
Masyarakat penduduk desa sangat
antusias untuk datang di hari-hari waktunya Jagong Bayi, yaitu semenjak
kelahiran bayi sampai tujuh harinya, dan di akhiri dengan yang sisebut
sepasaran bayi.
BAB IV
ANALISA, PEMBAHASAN, PELAJARAN YANG BISA DIAMBIL
A.
Analisa
Masyarakat yang berada di Kab.
Tulungagung, Kec. Kalidawir khususnya Ds. Karang Sono Jabon mempunyai
kebudayaan yang sangat menarik yaitu kebudayaan Jagong Bayi.
Dalam 3 (tiga) wujud kebudayaan, aktifitas
Jagong Bayi ini terwujud ketika adanya keluarga yang melahirkan anak kemudian
kedatangan para penduduk sekitar, dan ide Jagong Bayi tersebut sudah muncul
sejak nenek moyang sampai sekarang ini, dan budaya ini terbukti juga melalui
kerumulan orang orang dalam kebudayaan Jagong Bayi dan Kebudayaan tersebut
menghasilkan tali silaturrahmi yang sangat kuat antar sasama.
Kebudayaan Jagong Bayi sudah ada
sejak jaman nenek moyang dan terus dijalankan oleh generasi penerus sampai
sekarang ini, kebudayaan tersebut sangat cocok dan menjadi ciri khas sendiri
dari masyarakat pedesaan yang mengunggulkan/mengutamakan rasa kekeluargaan dan
rasa empati yang sangat kuat terhadap penduduk masyarakat yang lainnya.
Kebudayaan Jagong Bayi dilaksanakan
ketika ada kelahiran bayi, dan di laksanakan mulai kelahiran bayi sampai dengan
tujuh harinya. Pada tujuh harinya
tersebut diadakan pula acara aqiqah (apabila yang mampu) atau sering disebut
dengan pasaran bayi.
Di waktu ada seorang ibu yang
melahirkan, seluruh lapisan masyarakat Ds. Karang Sono Jabon sangatlah antusias
untuk segera melakukan Jagong Bayi, karena rasa penasaran yang kuat untuk ingin
mengetahui keadaan sang ibu yang melahirkan dan keadaan bayi yang dilahirkan,
selain itu mereka yang datang didalam Jagong Bayi juga mendoakannya.
Penduduk masyarakat pedesaan (Ds.
Karang Sono Jabon) melakukan jagong bayi sudah seperti kegiatan wajib bagi
mereka, karena rasa kekeluargaan yang kuatlah yang membuat hal tersebut tetap
mendarah daging, dan apabila tidak melaksanakannya dan tidak mempunyai alas an
yang kuat untuk tidak melaksanakannya maka akan merasa jauh dari tali
silaturahmi dan terkadang menjadi buah bibir penduduk sekitar
B.
Pembahasan
Negara Indonesia merupakan salah
satu Negara yang mempunyai kebudayaan yang beraneka ragam, hal tersebut terbukti
dengan kebudayaan yang berada dalam kehidupan sekitar, salah satunya kebudayaan
Jagong Bayi.
Kebudayan Jagong Bayi termasuk salah
satu kebudayaan yang berada di Ds. Karang Sono Jabon, kebudayaan tersebut sudah
berada sejak nenek moyang dan di lanjutkan oleh generasi penerus sampai
sekarang ini. Kebudayaan tersebut melibatkan masyarakt penduduk disekitar,
khususnya satu desa.
Kebudayaan Jagong Bayi adalah kebudayaan
yang dilakukan dimana ada keluarga yang melahirkan kemudian timbul rasa empati
dan kekeluargaan yang lebih dari penduduk di sekitarnya kemudian para penduduk
disekitar tersebut menjenguk untuk mendokan dan sekalian memperkuat tali
silatirrahmi antara penduduk yang datang untuk Jagong Bayi tersebut.
Masyarakat yang masih menjunjung
rasa kekeluargaan sangatlah cocok dan sesuai dengan kebudayaan tersebut karena
kebudayaan Jagong Bayi bertujuan untuk memperkuat tali silaturrahmi, selain itu
Jagong Bayi juga berperan penting untuk meningkatkan rasa empati.
Kebudayaan Jagong Bayi dilaksanakan
ketika ada seorang ibu yang melahirkan bayi, dan Jagong Bayi dimulai sejak
kelahiran bayi sampai tujuh harinya bayi tersebut, proses acara tersebut
sangatlah sederhana, dimulai dari datangnya penduduk sekitar, kemudian tamu
(penduduk) menanya-nanyakan keadaan sang ibu yang baru melahirkan, setelah itu
mendoakan sang ibu, bayi yang baru lahir beserta keluarga yang dipimpin
langsung oleh salah satu tokoh masyarakat,kemudian ramah tamah.
C.
Pelajaran yang bisa diambil
Di era globalisasi ini banyak
kebudayaan dan nilai-nilai yang ada pada masyarakat yang memudar, kehidupan
yang selalu mengutamakan kebutuhan pribadi sekarang ini sudah menjadi
kebudayaan di kalangan masyarakat.
Maka dari itu kebudayaan Jagong Bayi
harus tetap di lestarikan karena dalam kebudayaan tersebut mempunyai
nilai-nilai yang sangat berperan penting terhadap rasa kekeluargaan dan empati
sesama masyarakat.
Dari hasil kebudayaan Jagong Bati
tersebut dapat dinikmati sampk skarang ini oleh pnduduk Tulungagung, karena
selalu bisa meningkatkan talisilaturahmi juga.
BAB V
KESIMPULAN
Kebudayaan
Jagong Bayi yang di lakukan oleh masyarakat Ds. Karang Sono Jabon merupakan
kebudayaan turun menurun dari nenek moyang kemudian di lanjutka oleh para
generasi penerus.
Kebudayaan Jagong Bayi bertujuan untuk bertujuan untuk memperkuat
tali silaturrahmi, selain itu Jagong Bayi juga berperan penting untuk meningkatkan
rasa empati antar masyarakat.
Proses berlangsungnya kebudayaan tersebut apabila adanya kelahiran
seorang bayi, kemudian kebudayaan Jagong Bayi dimulai sejak kelahiran bayi
sampai tujuh harinya, dan dalam acara tersebut penduduk yang Jagong Bayi
memberikan doa untuk ibu dan bayi yang baru lahir.
Penduduk disekitar keluarga yang mempunyai hajad Jagong Bayi sangat
berperan penting terhadap berlangsungnya kebudayaan ini, seandainya penduduk di
sekitar tidak berperan aktif maka kebudayaan ini tidak akan maksimal,
DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta. Rineka
Cipta
Soekanto, Soerjono. 2010. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta. PT.
Raja Grafindo Persada
Soelaeman, Munandar. 1986. Ilmu Sosial Dasar. Bandung. PT Rafika
Aditama
Purwoko, Harudjati. 2008. Wacana Komunikasi. Semarang. PT Macanan
jaya Cemerlang
Efendy, Sofyan. Kumpulan dan Referensi Belajar Hadist
Foster, Bob. 2010. Kumpulan Rumus. Bandung. Ganesha Operation
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
blog ini semoga bisa membantu semua pihak dari kalangan pendidikan maupun pengetahuan umum